Saturday, July 18, 2015

Hunian di Jakarta: Rasa Aman Masih Jadi Nomor Dua

Setiap  tahunnya  kebutuhan  akan  rumah  di  Indonesia  mencapai  4-5  juta  rumah, sementara kemampuan pihak pemerintah maupun swasta untuk memenuhinya kurang dari  lima  ratus  ribu  per  tahun.  Itulah  sebabnya  kemudian  dikeluarkan  berbagai program rumah murah dalam bentuk perumnas dan rumah susun bagi masyarakat ekonomi  lemah.  Namun  sayangnya  usaha  pemenuhan  kebutuhan  akan  perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui proyek rumah susun dan RSS-nya atau pihak   swasta   dengan   berbagai   inovasi   perumahannya   seringkali   mengabaikan beberapa kebutuhan mendasar yang sangat penting terutama bagi keselamatan anak- anak kita. Tulisan ini merupakan suatu bentuk keprihatinan penulis akan kurangnya perhatian dari para arsitek, kontraktor maupun para pengambil kebijakan dalam memperhatikan masalah keselamatan anak, sekaligus sebuah peringatan kepada para orang tua sebagai bagian dari konsumen produk pihak-pihak tersebut agar lebih hati- hati  dalam  memilih  produk  rumah  yang  akan  mereka  gunakan.  Ada  dua  masalah utama  yang  akan  coba  penulis  kemukakan  berkaitan  dengan  masalah  keselamatan dalam perumahan kita dewasa ini. Yang pertama adalah kurang diperhatikannya pengaman pada bangunan perumahan (rumah susun atau apartemen) yang dirancang bertingkat sehingga banyak menimbulkan kecelakaan (terutama pada anak-anak) dan masalah perancangan perumahan dengan penyusunan rumah serta pola jalan yang membahayakan keselamatan anak-anak kita.
Bahaya diatas Bangunan Bertingkat
Jika kita lihat perancangan beberapa rumah susun sebagaimana terlihat pada beberapa gambar   dibawah   ini  kita  akan   melihat   sebuah   masalah   serius   baik  dari  segi perancangan maupun aspek teknisnya. Rumah susun dan apartemen kita merupakan suatu hasil duplikasi dari denah lantainya yang kemudian dicetak dan diangkat keatas, hasilnya adalah sebuah denah lantai yang sama dari lantai ke lantai.
Beberapa rumah susun dan apartemen yang seringkali kurang memperhatikan aspek keselamatan bagi anak-anak kita.
Dalam pembangunan  sebuah bangunan bertingkat,  metode ini merupakan suatu hal yang biasa digunakan. Tujuannya jelas untuk mengurangi biaya dan mempermudah pemasangan pendukung teknis bangunan, seperti pipa air, tangga darurat atau sarana pencegah kebakaran. Pada desain awalnya metode ini biasa digunakan pada pembangunan  kantor  baik  swasta  maupun  pemerintah.  Metode  yang  sama  juga kemudian   diterapkan   oleh   arsitek   dan   kontraktor   ketika   membangun   sebuah apartemen dan rumah susun.
Masalahnya  para  arsitek  sebagai  pihak  yang  paling  bertanggung-jawab  melupakan satu  faktor  utama  dari  sebuah  proses  perancangan,  yaitu  mereka  melupakan  siapa yang kemudian akan menjadi pengguna dari bangunan tersebut! Mereka melupakan bahwa pada bangunan kantor semua penghuninya adalah orang dewasa yang hanya akan bekerja beberapa jam saja di dalam ruangan, sedangkan apartemen dan rumah susun yang mereka rancang akan ditempati oleh berbagai  golongan usia sepanjang hari.  Menerapkan  metode  perancangan  sebuah  kantor  kepada  perancangan  sebuah apartemen dan rumah susun merupakan sebuah kesalahan besar.
Bangunan perkantoran dan apartemen serta rumah susun yang merupakan hasil duplikasi dari denah lantai dasarnya, seharusnya dirancang berbeda!
Di kantor bertingkat,  orang tidak akan sering membuka  jendelanya  karena mereka sibuk  bekerja.  Disamping  itu biasanya  mereka  juga harus  menjaga  suhu  di dalam ruangan tempat mereka kerja yang ber-AC. Hal yang berbeda terjadi di apartemen dan rumah susun. Disini orang harus keluar dan menyapa tetangganya, anak-anak mereka memerlukan tempat bermain, sang ibu mungkin perlu melihat keluar kalau-kalau ada penjual sayur yang lewat dan seribu satu aktivitas berbeda lainnya. Hal inilah yang kemudian   menyebabkan   berbagai   bentuk.   Perancangan   teras  dan  koridor   pada beberapa apartemen dan rumah susun ini menjadi sebuah medan pertaruhan nyawa bagi anak-anak kita yang tidak tahu apa-apa.
Solusi dari masalah ini sebenarnya sederhana, namun dari berbagai perancangan apartemen  dan  rumah  susun  yang  baru  belum  mandapat  perhatian  yang  serius. Pertama, jelas dengan merubah metode perancangannya. Mungkin kita dapat variasi setiap  dua  lantai  dengan  memperhatikan   aspek  keselamatan  dengan  merancang balkon,   koridor   dan   teras   yang   tepat.   Perubahan   metode   ini   mungkin   dapat meningkatkan kualitas dari bangunan kita karena dimungkinkannya penahan cahaya matahari  dan  bukaan  bagi  pengaturan  suhu  udara.  Jika  kita  masih  menggunakan metode  duplikasi  lantai  dasar  yang  diangkat  keatas  sebagaimana  yang  saat  ini umumnya dilakukan, maka mungkin beberapa tips berikut ini akan sangat berguna.
Pengamanan sederhana dapat dilakukan dengan: melebihkan pelat lantai pada lantai bersangkutan (lebihan lantai ini dapat menjadi penahan matahari pada lantai dibawahnya),  membuat tempat tanaman di luar balkon (koridor), dapat juga dilakukan dengan melakukan perbedaan lantai (tidak hanya menduplikasinya sampai atas), atau dengan membuat sebuah jendela yang tidak mudah dicapai oleh anak.
Bahaya di depan pintu rumah anda Masalah  yang  sama  juga  menimpa  perumahan  rendah  kita.  Metode  penyusunan rumah  dan penempatan  jalan  yang  digunakan  memungkinkan  sebuah  medan  maut hanya beberapa meter dari pagar rumah kita.
Medan maut di depan rumah kita.

Kita sering mendapati kecelakaan-kecelakaan di kompleks perumahan (bahkan yang mewah) berupa ditabraknya anak kecil ketika bermain di depan rumahnya. Hal inilah yang kemudian memaksa orang tua harus merelakan anaknya main game seharian di rumah demi menjaganya dari bahaya yang ada di depan rumahnya. Hal ini secara psikologis  akan  memberi  dampak  negatif  bagi perkembangan  mental  dan perilaku anak.
Jika kita lihat metode yang umumnya digunakan pada perancangan perumahan kita, dari  mulai  perumahan  sangat  sederhana  hingga  perumahan  mewah  pun  maka  kita akan mendapati bahwa metode penyusunan rumah dan jalan yang digunakan adalah metode grid.
Penggunaan grid sebagai standar perancangan perumahan, memungkinkan intrusi kendaraan ke halaman depan rumah kita.
Metode ini digunakan karena ia adalah metode yang paling mudah (penempatan jalan dan fasilitas pendukung rumah lainnya akan lebih sederhana), disamping itu metode ini  dipercaya  dapat  mengoptimalkan  pembangunan  rumah  pada  lahan  yang  ada (dengan metode ini diyakini banyak rumah yang dapat dibangun di lahan tersebut- sehingga mendatangkan keuntungan optimal). Namun kesalahan yang sama dilakukan kembali.  Arsitek  dan  developer  melupakan  aspek  utama  dalam  perancangannya. Mereka melupakan analisa terhadap pihak yang akan menggunakan produk mereka!
Metode grid memaksa jalan kendaraan masuk ke dalam sela-sela bangunan dan mengakibatkan mobil lalu-lalang dengan kecepatan tinggi di depan bangunan. Hal ini seringkali menjadi masalah serius justru pada banyak perumahan mewah yang jalan di depan rumahnya begitu lebar, sementara di perumahan  yang lebih sederhana justru tidak terlalu menimbulkan masalah karena jalannya relatif sempit. Hal inilah yang kemudian menyebabkan orang berlomba-lomba membangun polisi tidur di depan rumahnya.
 
Kendaraan yang melintas di depan rumah kita, mengancam jiwa anak-anak kita.
Pembangunan  polisi tidur seharusnya menyadarkan  arsitek dan pengembang  bahwa ada yang salah pada perancangan rumahnya, jika mereka cukup sensitif. Ide dan perancangan  rumah  dibawah  ini   menggunakan  metode  cluster  (pengelompokkan) yang kemudian lebih menjamin keamanan bagi anak-anak penghuninya.
Pada perancangan dengan metode cluster ini  terlihat bahwa jalur kendaraan (warna kuning) diasingkan dan diletakkan di luar kelompok-2 bangunan sehingga memungkinkan zona bebas perlintasan jalan dan jalur bersepeda (warna krem) bagi anak-anak kita.
Metode penyusunan rumah dengan sistem cluster ini memungkinkan  sebuah pengawasan terbatas terhadap anak-anak kita. Disamping itu perancangan perumahan dengan metode ini memungkinkan sebuah interaksi yang positif antar tetangga.
Sebuah Renungan Bagi Semua…
Dua potongan berita koran dibawah ini (sebagaimana juga gambar di awal artikel ini) penulis ambil saat penulis berada di Malaysia. Gambar pertama menceritakan tentang seorang  anak  yang  mengalami  kecelakaan  karena  jatuh  dari  bangunan  tinggi  dan tewas dengan sangat mengenaskan sementara gambar kedua bercerita tentang seorang anak  perempuan  yang  harus  lumpuh  karena  ditabrak  oleh  mobil  ketika  pulang mengaji. Penulis yakin kejadian seperti ini telah banyak terjadi di Indonesia, namun karena dianggap kecelakaan yang biasa terjadi tidak pernah diangkat sebagai sebuah peristiwa penting yang seharusnya diambil pelajaran. Bisa jadi itu anak anda, kalau bukan kita lalu siapa yang akan menyelamatkan mereka?
Kalau bukan kita lalu siapa yang akan menyelamatkan mereka?

No comments:

Post a Comment