Setiap tahunnya kebutuhan akan rumah di Indonesia mencapai 4-5 juta rumah, sementara kemampuan pihak pemerintah maupun swasta untuk memenuhinya kurang dari lima ratus ribu per tahun. Itulah sebabnya kemudian dikeluarkan berbagai program rumah murah dalam bentuk perumnas dan rumah susun bagi masyarakat ekonomi lemah. Namun sayangnya usaha pemenuhan kebutuhan akan perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui proyek rumah susun dan RSS-nya atau pihak swasta dengan berbagai inovasi perumahannya seringkali mengabaikan beberapa kebutuhan mendasar yang sangat penting terutama bagi keselamatan anak- anak kita. Tulisan ini merupakan suatu bentuk keprihatinan penulis akan kurangnya perhatian dari para arsitek, kontraktor maupun para pengambil kebijakan dalam memperhatikan masalah keselamatan anak, sekaligus sebuah peringatan kepada para orang tua sebagai bagian dari konsumen produk pihak-pihak tersebut agar lebih hati- hati dalam memilih produk rumah yang akan mereka gunakan. Ada dua masalah utama yang akan coba penulis kemukakan berkaitan dengan masalah keselamatan dalam perumahan kita dewasa ini. Yang pertama adalah kurang diperhatikannya pengaman pada bangunan perumahan (rumah susun atau apartemen) yang dirancang bertingkat sehingga banyak menimbulkan kecelakaan (terutama pada anak-anak) dan masalah perancangan perumahan dengan penyusunan rumah serta pola jalan yang membahayakan keselamatan anak-anak kita.
Bahaya diatas Bangunan Bertingkat
Jika kita lihat perancangan beberapa rumah susun sebagaimana terlihat pada beberapa gambar dibawah ini kita akan melihat sebuah masalah serius baik dari segi perancangan maupun aspek teknisnya. Rumah susun dan apartemen kita merupakan suatu hasil duplikasi dari denah lantainya yang kemudian dicetak dan diangkat keatas, hasilnya adalah sebuah denah lantai yang sama dari lantai ke lantai.
Beberapa rumah susun dan apartemen yang seringkali kurang memperhatikan aspek keselamatan bagi anak-anak kita.
Dalam pembangunan sebuah bangunan bertingkat, metode ini merupakan suatu hal yang biasa digunakan. Tujuannya jelas untuk mengurangi biaya dan mempermudah pemasangan pendukung teknis bangunan, seperti pipa air, tangga darurat atau sarana pencegah kebakaran. Pada desain awalnya metode ini biasa digunakan pada pembangunan kantor baik swasta maupun pemerintah. Metode yang sama juga kemudian diterapkan oleh arsitek dan kontraktor ketika membangun sebuah apartemen dan rumah susun.
Masalahnya para arsitek sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab melupakan satu faktor utama dari sebuah proses perancangan, yaitu mereka melupakan siapa yang kemudian akan menjadi pengguna dari bangunan tersebut! Mereka melupakan bahwa pada bangunan kantor semua penghuninya adalah orang dewasa yang hanya akan bekerja beberapa jam saja di dalam ruangan, sedangkan apartemen dan rumah susun yang mereka rancang akan ditempati oleh berbagai golongan usia sepanjang hari. Menerapkan metode perancangan sebuah kantor kepada perancangan sebuah apartemen dan rumah susun merupakan sebuah kesalahan besar.
Bangunan perkantoran dan apartemen serta rumah susun yang merupakan hasil duplikasi dari denah lantai dasarnya, seharusnya dirancang berbeda!
Di kantor bertingkat, orang tidak akan sering membuka jendelanya karena mereka sibuk bekerja. Disamping itu biasanya mereka juga harus menjaga suhu di dalam ruangan tempat mereka kerja yang ber-AC. Hal yang berbeda terjadi di apartemen dan rumah susun. Disini orang harus keluar dan menyapa tetangganya, anak-anak mereka memerlukan tempat bermain, sang ibu mungkin perlu melihat keluar kalau-kalau ada penjual sayur yang lewat dan seribu satu aktivitas berbeda lainnya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan berbagai bentuk. Perancangan teras dan koridor pada beberapa apartemen dan rumah susun ini menjadi sebuah medan pertaruhan nyawa bagi anak-anak kita yang tidak tahu apa-apa.
Solusi dari masalah ini sebenarnya sederhana, namun dari berbagai perancangan apartemen dan rumah susun yang baru belum mandapat perhatian yang serius. Pertama, jelas dengan merubah metode perancangannya. Mungkin kita dapat variasi setiap dua lantai dengan memperhatikan aspek keselamatan dengan merancang balkon, koridor dan teras yang tepat. Perubahan metode ini mungkin dapat meningkatkan kualitas dari bangunan kita karena dimungkinkannya penahan cahaya matahari dan bukaan bagi pengaturan suhu udara. Jika kita masih menggunakan metode duplikasi lantai dasar yang diangkat keatas sebagaimana yang saat ini umumnya dilakukan, maka mungkin beberapa tips berikut ini akan sangat berguna.
Pengamanan sederhana dapat dilakukan dengan: melebihkan pelat lantai pada lantai bersangkutan (lebihan lantai ini dapat menjadi penahan matahari pada lantai dibawahnya), membuat tempat tanaman di luar balkon (koridor), dapat juga dilakukan dengan melakukan perbedaan lantai (tidak hanya menduplikasinya sampai atas), atau dengan membuat sebuah jendela yang tidak mudah dicapai oleh anak.
Bahaya di depan pintu rumah anda Masalah yang sama juga menimpa perumahan rendah kita. Metode penyusunan rumah dan penempatan jalan yang digunakan memungkinkan sebuah medan maut hanya beberapa meter dari pagar rumah kita.
Medan maut di depan rumah kita.
Kita sering mendapati kecelakaan-kecelakaan di kompleks perumahan (bahkan yang mewah) berupa ditabraknya anak kecil ketika bermain di depan rumahnya. Hal inilah yang kemudian memaksa orang tua harus merelakan anaknya main game seharian di rumah demi menjaganya dari bahaya yang ada di depan rumahnya. Hal ini secara psikologis akan memberi dampak negatif bagi perkembangan mental dan perilaku anak.
Jika kita lihat metode yang umumnya digunakan pada perancangan perumahan kita, dari mulai perumahan sangat sederhana hingga perumahan mewah pun maka kita akan mendapati bahwa metode penyusunan rumah dan jalan yang digunakan adalah metode grid.
Penggunaan grid sebagai standar perancangan perumahan, memungkinkan intrusi kendaraan ke halaman depan rumah kita.
Metode ini digunakan karena ia adalah metode yang paling mudah (penempatan jalan dan fasilitas pendukung rumah lainnya akan lebih sederhana), disamping itu metode ini dipercaya dapat mengoptimalkan pembangunan rumah pada lahan yang ada (dengan metode ini diyakini banyak rumah yang dapat dibangun di lahan tersebut- sehingga mendatangkan keuntungan optimal). Namun kesalahan yang sama dilakukan kembali. Arsitek dan developer melupakan aspek utama dalam perancangannya. Mereka melupakan analisa terhadap pihak yang akan menggunakan produk mereka!
Metode grid memaksa jalan kendaraan masuk ke dalam sela-sela bangunan dan mengakibatkan mobil lalu-lalang dengan kecepatan tinggi di depan bangunan. Hal ini seringkali menjadi masalah serius justru pada banyak perumahan mewah yang jalan di depan rumahnya begitu lebar, sementara di perumahan yang lebih sederhana justru tidak terlalu menimbulkan masalah karena jalannya relatif sempit. Hal inilah yang kemudian menyebabkan orang berlomba-lomba membangun polisi tidur di depan rumahnya.
Kendaraan yang melintas di depan rumah kita, mengancam jiwa anak-anak kita.
Pembangunan polisi tidur seharusnya menyadarkan arsitek dan pengembang bahwa ada yang salah pada perancangan rumahnya, jika mereka cukup sensitif. Ide dan perancangan rumah dibawah ini menggunakan metode cluster (pengelompokkan) yang kemudian lebih menjamin keamanan bagi anak-anak penghuninya.
Pada perancangan dengan metode cluster ini terlihat bahwa jalur kendaraan (warna kuning) diasingkan dan diletakkan di luar kelompok-2 bangunan sehingga memungkinkan zona bebas perlintasan jalan dan jalur bersepeda (warna krem) bagi anak-anak kita.
Metode penyusunan rumah dengan sistem cluster ini memungkinkan sebuah pengawasan terbatas terhadap anak-anak kita. Disamping itu perancangan perumahan dengan metode ini memungkinkan sebuah interaksi yang positif antar tetangga.
Sebuah Renungan Bagi Semua…
Dua potongan berita koran dibawah ini (sebagaimana juga gambar di awal artikel ini) penulis ambil saat penulis berada di Malaysia. Gambar pertama menceritakan tentang seorang anak yang mengalami kecelakaan karena jatuh dari bangunan tinggi dan tewas dengan sangat mengenaskan sementara gambar kedua bercerita tentang seorang anak perempuan yang harus lumpuh karena ditabrak oleh mobil ketika pulang mengaji. Penulis yakin kejadian seperti ini telah banyak terjadi di Indonesia, namun karena dianggap kecelakaan yang biasa terjadi tidak pernah diangkat sebagai sebuah peristiwa penting yang seharusnya diambil pelajaran. Bisa jadi itu anak anda, kalau bukan kita lalu siapa yang akan menyelamatkan mereka?
Kalau bukan kita lalu siapa yang akan menyelamatkan mereka?
No comments:
Post a Comment